BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Sejarah menunjukkan bahwa kebidanan merupakan salah satu profesi tertentu di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan lahir sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu-ibu melahirkan. Profesi ini telah mendukung peran dan posisi seorang bidan menjadi terhormat di masyarakat karena tugas yang diembannya sangat mulia dalam memberikan semangat dan membesarkan hati ibu-ibu. Di samping itu dengan setia mendampingi dan menolong ibu-ibu dalam melahirkan sampai si ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Sejak zaman prasejarah, dalam naskah kuno sudah terecatat bidan di Mesir (Siphrah ddan Poah) yang berani mengambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki Bangsa Yahudi (sebagai orang-orang yang terjajah oleh Bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh Firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut dengan peran advokasi. Dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bidan bekerja berdasarkan pada pandangan fisiologis yang dinut, keilmuan, metode kerja, standar praktek pelayanan dan kode etik profesional yang dimilikiya.
2.1.2. Ciri-Ciri Bidan Sebagai Suatu Profesi
Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
- Disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan /mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya secara profesional.
- Dalam menjalankan tugasnya, bidan memiliki alat yang dinamakan Standar Pelayanan Kebidanan, Kode Etik, dan Etika Kebidanan.
- Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya.
- Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Permenkes No. 572 Tahun 1996).
- Memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
- Memiliki wadah organisasi profesi.
- Memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat.
- Menjadikan bidan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama kehidupan.
2.1.2. Karakteristik Bidan Sebagai Suatu Profesi
Bidan sebagai profesi telah memiliki karakteristik profesi. Pada bab ini akan diuraikan lebih jelas tentang profesi bidan, yang meliputi :
- Sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan bidan.
- Dasar-dasar komseptual kebidanan.
- Batang tubuh keilmuan kebidanan.
2.2. Perkembangan Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan
Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanana. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak-anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur Jendral Hendrick William Daendels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatihan kebidanan.
Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang berada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1849 dibuka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan ini kemmudian bekerja di rumah sakit juga di masyarakat.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas kualitas pertolongan persalinan. Kursus untuk dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang yang memberikan kursus adalah bidan. Perubahan pengetahuan dan ketrampilan tenaga pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyelurh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan Kursus TamaAhan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lainnya di nusantara ini. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dimana bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan antenatal1, post natal2, dan pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi3 dan penyuluhan gizi. Sedangkan dluar BKIA bidan memberikan pertolongan persalinan di rumah keluarga dan pergi melakukan kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dan di dalam gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam gedung. Pelayanan kebidanan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup empat kegiatan yaitu: pemeriksaan kehamilan, pelayanan keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan kesehatan lingkungan.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas serta peleayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan dukun bayi. Dalam kaitan tersebut, bidan di desa juga menjadi pelaksana pelayanan kesehatan bayi dan keluarga berencana yang pelaksanaannya sejalan dengan tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang membutuhkannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah persyaratan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan dirumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal4, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas atau ruang perinatal.
2.3. Profesionalisme
2.3.1 Arti Jabatan Profesional
Secara popular, seseorang yang bekerja dibidang apapun sering diberi predikat profesional. Seorang pekerja profesional menurut bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil dan cakap dalam kerjaannnya meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut merupakan hasil minat dan belajar dari kebiasaan.
Pengertian jabatan profesional perlu dibedakan dengan predikat profesional yang diperoleh dari jenis pekerjaan hasil pembiasaan melakukan keterampilan tertentu (melalui magang/keterlibatan langsung dalam situasi kerja tertentu dan mendapatkan keterampilan kerja sebagai warisan dari orang tuanya atau pendahulunya).
Seorang pekerja profesional perlu dibedakan dari seorang teknisi. Baik pekerja profesional maupun teknisi dapat saja terampil dalam unjuk kerja (mis., menguasai teknik kerja yang sama, dapat memecahkan masalah teknis dalam bidang kerjanya). Akan tetapi, seorang pekerja profesional dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan mutu karyanya.
C.V. Good menjelaskan bahwa jenis pekerjaan profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi pelakunya (membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan), kecakapannya memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang (mis., organisasi profesional, konsorsium dan pemerintah), serta jabatan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan/atau negara.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bidan adalah jabatan profesional karena memenuhi tiga persyaratan di atas.
2.3.2 Ciri-Ciri Jabatan Profesional
Secara lebih rinci, ciri-ciri jabatan profesional adalah sebagai berikut:
- Pelakunya secara nyata (de facto) dituntut memiliki kecakapan kerja (keahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis jabatannya (spesialisasi).
- Kecakapan atau keahlian seorang pekerja profesional bukan sekedar hasil pembiasaan atau latihan rutin terkondisi, tetapi harus didasari oleh wawasan keilmuan yang mantap. Jabatan profesional juga menuntut pendidikan formal. Jabatan yang terpogram secara relevan dan berbobot akan terselenggara secara efektif, efesien, serta memiliki tolak ukur evaluasi yang terstandardisasi.
- Pekerja profesional dituntut berwawasan social yang luas sehingga pilihan jabatan serta kerjanya didasarkan pada kerangka nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, serta memiliki motivasi dan upaya untuk berkarya sebaik-baiknya. Hal ini mendorong pekerja profesional yang bersangkutan untuk selalu meningkatkan (menyempurnakan) diri serta karyanya. Orang tersebut secara nyata mencintai profesinya dan meiliki etos kerja yang tinggi.
- Jabatan profesional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat dan/ atau negara. Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Hal ini menjamin kepantasan bekarya dan merupakan tanggung jawab sosial profesional tersebut.
Sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan, perlu dibahas bahwa bidan tergolong jabatan profesional. Jabatan yang ditinjau dari dua aspek, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif. Dalam konteks inilah. Jabatan bidan adalah jabatan fungsional profesional, dan wajarlah apabila bidan tersebut mendapat tunjangan fungsional.
Sesuai dengan uraian di atas, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan profesional. Persyaratan dari bidan sebagai jabatan profesional telah dimiliki oleh bidan tersebut. Persaratan tersebut adalah sebagai berikut.
- Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis.
- Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga profesional.
- Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
- Memiliki kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah.
- Memiliki peran dan fungsi yang jelas.
- Memiliki kopensi yang jelas dan terukur.
- Memilliki organisasi profesi sebagai wadah.
- Memiliki kode etik bidan.
- Memiliki etika kebidanan.
- Memiliki standar pelayanan.
- Memiliki standar praktik.
- Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
- Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan potensi.
Pola pengembangan pendidikan dan karir bidan adalah sebagai berikut:
2.5.1. Pola Pengambangan Pendidikan Bidan
Dalam mengantisipasi tingkat kabutuhan masyarakat yang semakin butuh terhadap pelayanan kebidanan, perubahan-perubahan yang cepat dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat dan perkembangan IPTEK serta persaingan yang ketat di era global ini diperlukan tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan yang berkualitas baik tingkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesionalime.
IBI sebagai satu-satu wadah bagi bidan telah mencoba berbuat untuk mempersiapkan perangkat lunak melalui kegiatan-kegiatan dalam lingkup profesi yang berkaitan dengan tugas bidan melayani masyarakat di berbagai tingkat kehidupan. Oleh karena IBI bertanggung jawab untuk mendorong tumbuhnya sikap profesionalisme bidan melalui kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak terutama dengan pemerintah. Karena keberadaan IBI ditengah-tengah anak bangsa merupakan pengabdia profesi dan juga kehidupan bidan itu sendiri. Oleh karena itu, IBI senantiasa turut berperan aktif dalam berbagai upaya yang diprogramkan pemerintah baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah sampai ke tingkat ranting. Namun, semua keterlibatan itu diupayakan untuk meningkatkan kualitas hidup anak bangsa dan sekaligus meningkatkan kualitas bidan sebagai pelayan masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dalam siklus kehidupannya. Untuk itu, pendidikan bidan seyogyanya dirancang dengan memperhatikan faktor-faktor yang mendukung keberadaan bidan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Pengembangan pendidikan kebidanan seyogyanya dirancang secara berkesinambungan, berjenjang, dan berlanjut sesuai dengan perinsip belajar seumur hudup bagi bidan yang mengabdi ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan yang berkelanjutan ini bertujuan untuk mempertahankan profesionalisme bidan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Namun IBI dan pemerintah menghadapi berbagai kendala untuk memulai penyelenggaraan program pendidikan tersebut.
Oleh karena itu, IBI senantiasa tetap berjalan bersama dan mendukung berbagai program pemerintah yang meningkatkan kealitas hidup anak bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia bidan disetiap tingkat pelayanan kesehatan terutama yang berfokus kepada pelayanan kesehatan reproduksi untuk meningkatkan harkat martabat kaum wanita agar mereka dapat hidup layak dan sejahtera.
Pendidikan formal yang telah dirancang dan diselenggaran oleh pemerintah dan swasta dengan dukungan IBI adalah Program D III dan D IV Kebidanan. Pemerintah telah berupaya untuk menyedikan dana bagi bidan di sector pemerintah melalui pengiriman tugas belajar ke luar negeri. Di samping itu IBI mengupayakan adanya badan-badan swasta dalam dan luar negeri untuk meningkatkan pendidikan melalui kerjasama dengan universitas di dalam negeri. Dewasa ini ada 40 orang yang sedang mengikuti pendidikan di salah satu universitas swasta di Jakarta (Universitas Muhammadiyah Jakarta) dengan program pilihan yang mendukung peningkatkan kualitas dan wawasan.
Sedang pendidikan non formal telah dilaksanakan melalui program pelatihan, magang, seminar/lokakarya. Dengan bekerjasama antara IBI dengan lembaga internasional telah pula dilaksanakan berbagai program non formal beberapa provinsi. Semua upaya tersebut bertujuan meningkatkan kinerja bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas. IBI juga telah mengembangkan suatu program mentorship dimana bidang senior membimbing bidan junior dalam konteks profesionalisme kebidanan.
Dengan mempertimbangkan jumlah anggota IBI yang cukup besar dan dibandingkan dengan kemampuan pengadaan program pendidikan formal dengan sistem klasikal, maka diasumsikan bahwa kurang lebih 32 tahun baru seluruh anggota IBI dapat mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Disamping itu telah pula disepakati antara IBI dengan pemerintah bahwa masa transisi dalam upaya peningkatan kualitas bidan melalui jalur pendidikan formal akan berlangsung sepuluh tahun (2010), oleh karena itu IBI bersama pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, dan Kesejahteraan Sosial, dan Departeman pendidikan mencoba untuk mencari jalan keluar melalui suatu system pendidikan yang mengakui berbagai pengalaman bidan dalam melayani masyarakat. Pengakuan/penghargaan terhadap pengalaman bidan (recognition of prior learning) ini diharapkan akan dapat lebih mempercepat upaya peningkatan kualitas bidan melalui pendidikan formal tanpa mengabaikan apa yang telah dimiliki oleh para bidan. Pola pendidikan ini masih dalam tahap penjajakan dan perencanaan. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama pelaksanaan system pendidikan ini terlah selesai dan dapat diterapkan di Indonesia.
Pola pengembangan pendidikan berkelanjutan telah dikembangkan/dirumuskan sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan pendidikan berkelanjutan bidan mengacu pada peningkatan kualitas bidan sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Materi pendidikan berkelanjutan meliputi aspek klinik dan non klinik.
2.5.2. Pola Pengembangan Karir Bidan
Pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional dan karir struktural. Pada saat ini pengembangan karir bidan secara fungsional telah disiapkan dengan jabatan fungsianl bagi bidan, serta melalui pendidikan berkelanjutan baik secara formal maupun non formal yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan profesional bidan dalam melaksanakan bidan dalam melaksanakan fungsiny. Fungsi bidan nantinya dapat sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, peneliti, bidan koordinator dan bidan penyedia.
Sedangkan karir bidan dalam jabatan struktural tergantung dimana ia bertugas, apakah dirumah sakit, di Puskesmas, bidan di desa atau bidan diinstitusi swasta. Karir tersebut dapat dicapai oleh bidan di tiap tatanan pelayanan kebidanan/kesehatan sesuai dengan tingkat kemampuan, kebijakan, dan kesempatan yang ada.
Dalam hal penataan/perencanaan tenaga bidan, IBI bersama Departemen Kesehatan telah merencanakan kebutuhan tenaga bidan untuk tiap tatanan pelayanan dan organisasi lain yang memungkinkan, diperlukannya, keberadaan bidan, dalam system pelayanan kebidanan khususnya dan system pelayanan kesehatan umumnya.
Adapun perencanaan kebutuhan tenaga bidan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah sebagai berikut :
BAB IV
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :- Profesi bidan bukanlah profesi yang ringan dan tidak semua orang dapat menjadi bidan profesional karena profesi seorang bidan mengemban tanggungjawab yang besar. Profesionalisme, kerja keras, dan kesungguhan hati serta niat yang baik akan memberikan kekuatan dan modal utama bagi pengabdian profesi bidan.
- Pemahaman yang utuh menganai konsep kebidanan sangat penting dimiliki oleh para bidan maupun calon bidan karena tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan saat ini semakin meningkatkan, khususnya kualitas pelayanan kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi bidan untuk meningkatkan kemampuannya, baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan perilaku yang profesional.
- Pekerja profesional adalah pekerja yang terampil dan cakap dalam kerjaannnya meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut merupakan hasil minat dan belajar dari kebiasaan.
- Suatu profesi dikatakan profesional apabila memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan pendidikan yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.
- Pendidikan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas kualitas pertolongan persalinan.
- Pengakuan/penghargaan terhadap pengalaman bidan (recognition of prior learning) ini di harapkan akan dapat lebih mempercepat upaya peningkatan kualitas bidan melalui pendidikan formal tanpa mengabaikan apa yang telah dimiliki oleh para bidan.
BAB V
SARAN
Pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional dan karir struktural. Pada saat ini pengembangan karir bidan secara fungsional telah disiapkan dengan jabatan fungsianl bagi bidan, serta melalui pendidikan berkelanjutan baik secara formal maupun non formal yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan profesional bidan dalam melaksanakan bidan dalam melaksanakan fungsiny. Fungsi bidan nantinya dapat sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, peneliti, bidan koordinator dan bidan penyedia.
Sedangkan karir bidan dalam jabatan struktural tergantung dimana ia bertugas, apakah dirumah sakit, di Puskesmas, bidan di desa atau bidan diinstitusi swasta. Karir tersebut dapat dicapai oleh bidan di tiap tatanan pelayanan kebidanan/kesehatan sesuai dengan tingkat kemampuan, kebijakan, dan kesempatan yang ada.
LAMPIRAN
Catatan Klinik1 Pelayanan antenatal, adalah perawatan yang diberikan oleh bidan dan dokter kebidanan selama kehamilan untuk memastikan agar kesehatan ibu dan janinnya berada dalam kadaan yang memuaskan. Penyimpangan dari keadaan normal dapat dideteksi dan ditangani secara dini. Dalam perawatan antenatal, ibu hamil dapat dipersiapkan untuk menghadapi proses persalinannya serta proses menjadi orang tua dan penyuluh kesehatan dapat diberikan. Riwayat medis yang rinci dan hasil-hasil pengamatan serta pemeriksaan yang menjadi baseline dapat diperoleh pada kunjungan antenal yang pertama. Kunjungan selanjutnya meliputi pemantauan perjalanan kehamilan dan kesehatan ibu serta janinnya.
2 Post natal, adalah perawatan pasca melahirkan.
3 Imunisasi, adalah tindakan pengimunan; pengebalan (terhadap pnyakit).
4 Perinatal, disekitar saat kelahiran.P.period periode perinatal. Minggu pertama sejak kelahiran seorang bayi (bayi dalam usia satu minggu pertama). P.mortality rate angka mortalitas perinatal. Jumlah lahir mati plus kematian bayi di bawah usia 1 minggu per 1000 total kelahiran dalam 1 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Bidan Indonsia. (2008). 50 tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBISoepardan, Suryani.(2007). Konsep Kebidanan. Jakaarta : EGC
Andini, Aditya.(2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Prima Media
Tiran, Denise. (2005) Kamus Saku Bidan. Ed.10. Jakarta :EGC
Sumber : http://duniakebidanan.wordpress.com/2012/01/05/bidan-sebagai-profesi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar